Rabu, 05 Agustus 2015

Jangan Taqlid Buta, Beribadahlah dengan Logika!



            Sebagai umat beragama tentu banyak perintah dan larangan, baik yang berasal dari kitab suci maupun hanya sekedar kata pemuka agama. Begitu juga dengan Islam, ada banyak perintah untuk beribadah, baik yang wajib maupun sunah. Sebagai seorang muslim, tidak heran jika banyak yang berlomba-lomba dalam beribadah supaya menjadi hamba yang terbaik di hadapan-Nya.
            Sayangnya masih banyak yang mengikuti pendapat seseorang tanpa mengkaji lebih dulu kebenarannya, atau sering disebut taqlid buta. Orang-orang seperti ini akan mengkultuskan perkataan seseorang yang menjadi panutannya, misalnya saja kiyai. Mereka akan menjalankan apa yang dikatakan para kiyai tanpa mempertanyakan lebih dulu mengapa harus demikian? Logika mereka tidak pernah dipakai untuk mengkritisi mengapa ada perintah semacam itu. Hal itu terjadi karena mindset mereka sudah terlanjur menganggap semua yang diajarkan oleh gurunya merupakan kebenaran yang mutlak.
            Banyak juga yang berpendapat, kalau orang beragama itu menggunakan hati nurani, tak perlu dilogika kembali. Jika hati merasa nyaman, maka jalani saja semua itu. Tidak, tidak bisa demikian!. Tidak semua orang bisa beragama dengan hati nurani. Seperti penulis misalnya, sebagai orang awam dalam beragama, tentu akan sulit membuat hati nurani merasa nyaman dalam melakukan berbagai ibadah. Oleh karena itu, logika perlu dipakai dalam kondisi semacam ini. Hanya menggunakan perasaan dalam beragama juga bisa membuat kita terjebak dalam perasaan nyaman dalam kesesatan. Ngeri, sungguh ngeri.
            Menggunakan logika yang penulis maksud di sini yaitu melogika setiap ibadah dan larangan. Apa manfaat dan faedahnya? Kita bisa melakukan pendekatan setiap perintah itu dengan dunia sains, yang mungkin akan lebih mudah diterima oleh logika.
            Misalnya perintah untuk melakukan shalat. Apakah kita bisa merasa nyaman dan ikhlas untuk shalat jika tidak kita ketahui apa manfaatnya? Mungkin bagi sebagian orang bisa, tapi untuk orang awam seperti penulis lagi-lagi harus menggunakan logika, apakah perintah itu nalar dan masuk akal.
            Namun jika kita sudah mengetahui manfaat dari perintah-perintah itu, maka kita akan lebih ikhlas dalam menjalaninya. Setelah kita mengetahui ternyata gerakan shalat sangat baik bagi kesehatan, selain itu juga bisa melatih kedisiplinan, maka kita akan merasa lebih ikhlas dalam menjalankan ibadah tersebut.
            Sama halnya dengan ibadah-ibadah lain seperti puasa. Kita harus melogika, mengapa kita harus berpuasa? Oh, ternyata puasa dapat menjaga kesehatan organ pencernaan kita. Puasa juga dapat melatih kita untuk lebih bersabar, bersyukur serta menahan hawa nafsu. Begitu juga dengan zakat, ternyata zakat berfungsi untuk pemerataan ekonomi masyarakat. Sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial dan ekonomi. Begitu juga dengan ibadah-ibadah yang lainnya, kita harus melogikanya.
            Nah, setelah kita tahu manfaat ibadah-ibadah tersebut, setelah logika kita dapat menerima alasan untuk melakukan suatu ibadah, otomatis hati kita juga akan menerimanya. Sehingga kita bisa lebih ikhlas dalam mengerjakannya.
            Janganlah kita menjadi umat yang taqlid buta. Jangan!. Jadilah umat-umat yang cerdas. Yang melakukan setiap ibadah bukan karena ingin masuk surga, ingin mendapatkan pahala yang banyak, tetapi karena mengetahui benar manfaat dan faedahnya. Janganlah kita menjauhi suatu larangan agama karena takut masuk neraka, karena takut mendapat dosa, tapi karena tahu benar apa akibat dan bahaya jika kita mengerjakan larangan tersebut.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Kenapa ibadah harus dikaitkan dengan faedah? solat misalnya, kapan penemuan fakta bahwa solat itu positif untuk kesehatan? penemuan itu ada di zaman modern kan? berarti orang-orang di masa awal kemunculan islam kan tidak tau kalo ternyata solat itu bermanfaat untuk kesehatan... berarti mereka taqlid dong? berarti mereka tidak cerdas dong?

Widi Erha Pradana mengatakan...

Terimakasih komentarnya, tulisan di atas itu hanya opini saya saja. Saya ndak bilang orang-orang terdahulu itu gak cerdas. Kenapa dalam beribadah saya kaitkan dg berbagai faedah? Hal itu karena saya sadar, saya nggak bisa beribadah seikhlas dan sebaik umat terdahulu. Saya belum bisa merasakan berhubungan langsung dengan Tuhan dalam beribadah seperti orang-orang terdahulu. Selain itu, zaman dahulu kan masih ada Rasululloh, dimana jika kita menemui kegalauan atau kebingungan akan suatu hal bisa langsung ditanyakan peda beliau. Tapi sekarang? Kalau mau bertanya pada ustadz, yakin ustadz itu benar? Zaman sekarang sudh semakin banyak aliran-aliran yang semuanya mengklaim ajarannya yang paling benar. Oleh karena itu, saya lebih memilih menggunakan akal dan logika saya dalam menjalankan ibadah, apa sih manfaatnya ibadah tersebut? Karena saya yakin,Tuhan tidak akan memerintahkan sesuatu pada manusia tanpa ada faedahnya.