Senin, 07 November 2016

Kecanduan Agama

Jumat, 4 November 2016

Hari ini, saat ribuan umat tengah berkecamuk di ibu kota
berjuang untuk kepentingan politik, atas nama Tuhan dan agama
menyerukan kalimat takbir, sembari asyik menghancurkan apa yang ada di depan mata
aku tak tahu, Tuhan mana yang mengajarkan kebencian
agama apa yang memerangi kedamaian
dan Nabi siapa yang mengajarkan perpecahan
Benar kata Marx, agama adalah candu

Candu yang sengaja dibuat kelas elit untuk menenangkan kaum tertindas
Candu yang sengaja dibuat untuk menindas, seperti itu kurang lebih

Mengapa tak pernah ada perlawanan besar-besaran terhadap perilaku pemimpin fasis?
terhadap pembantaian?
terhadap pemenjaraan kebebasan?
terhadap penggusuran, reklamasi, dan semua perilaku penindasan terhadap masyarakat pinggiran
Mengapa tak pernah ada perlawanan terhadap para kapitalis yang mengeksploitasi besar-besaran bumi ini?
Mengeksploitasi hak-hak manusia lainnya
Menebang hutan seenaknya, mencemari sungai, laut, dan udara
Mengapa tak pernah ada tempat di hati mereka untuk perkara itu?
Agama mana yang mengajarkan apatisme semacam itu?

Aku berpikir, seandainya tak ada surga, neraka, dan agama
Mungkin tak pernah ada kebencian dan perpecahan semacam ini
Seperti lantunan syair John Lennon

"Imagine there's no heaven
It's easy if you try
No hell below us
Above us only sky
Imagine all the people
Living for today"

Aku merindukanmu pecinta kedamaian.

Selasa, 12 Juli 2016

Kau, Negara, dan Agama

Dwi Jiwa

Malam sepi di bawah langit Jogja
Lampu malam seperti enggan untuk menyinari
Bulan hanya berani mengintip dari balik pekatnya awan mendung
Apalagi bintang, yang tak berani menampakkan diri barang satupun
Hai, ingatkah kau tentang makan malam terakhir kita?
Ya, saat itu, sehari sebelum kau pergi
Ingatkah saat kau bilang "Nyaman juga Jogja kalau sepi ya"
Tahukah kamu, dalam hati aku berkata, Baru sadarkah dirimu?
Baru sadarkah kau terataiku, akan nikmatnya sepi
Akan indahnya kesunyian, akan nyamannya jiwa di dalam kesepian?
Maka dari itu, aku sangat mencintai kesunyian.
Tapi, tahukah kau yang lebih membahagiakan dari kesunyian?
Kenapa tidak kau jawab sayang?
Ah, aku lupa, aku sedang berbicara lirih di dalam hati
Yang lebih membahagiakan adalah berada di sampingmu Kasihku
Mungkin banyak orang yang mengharapkan harta atau kekuasaan
Tapi aku hanya mengharapkanmu Kekasih
Menghabiskan sisa umurku bersamamu
Menghembuskan nafas terakhirku di pangkuanmu
Gerimis mulai turun, membuat makan malam kita semakin romantis
Ah, kita? mungkin hanya aku yang merasakan
Bulan sudah tak nampak sama sekali
Aku tidak ingin romantisme ini cepat berlalu Terataiku
Tataplah dalam mataku, rasakan betapa dalamnya rasa ini
Maafkan aku, jika tak memperhatikan perkataanmu saat itu
Aku terlalu menikmati kebersamaan ini
Aku pernah berharap banyak pada negara,
Tapi hanya kesakitan yang ia berikan
Aku berharap juga kebahagiaan dari Agama,
Lgi-lagi kekecewaan yang ia berikan
Lalu, apakah Kau akan sama seperti mereka?
Tidak memberikan apapun kecuali rasa sakit kala aku tengah mengharapkanMu?

Jogjakarta, 12 Juli 2016